Sunday, November 23, 2014

Kota Tanjung

Sudah hampir 5 bulan saya tinggal di Kota Tanjung, Kalsel. Tepatnya di Kabupaten Tabalong. Sudah lama pula aku tidak menulis di blog ini. Tiba - tiba hari ini keinginan nulis di blog dan didukung dengan adanya fasilitas wifi keinginan itu bisa terpenuhi. Sebenarnya untuk tinggal saya, berjarak kurang lebih 45 menit perjalanan darat dari kota Tanjung. Lebih tepatnya di Kecamatan Haruai. Di sini penduduk didominasi oleh suku Banjar dan bahasanya pun rata - rata memakai logat Banjar. Lain dengan waktu di Kaltim dulu, meskipun ada suku Dayak di sana, bahasa Dayak tidak banyak digunakan dalam percakapan sehari - hari. Pembangunan infrastruktur jalan di sini bisa dibilang bagus dan hal ini yang membuat perekonomian masyarakat lebih maju. Kebanyakan mereka mempunyai kebun karet sebagai mata pencaharian mereka. Komoditas ini tidak berdampak signifikan terhadap kerusakan jalan. Maka banyak jalan kebun yang sudah diaspal.
Kota Tanjung merupakan ibu kota Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan. Di Kalimantan rata - rata sebuah Kabupaten mempunyai kota sebagai ibu kotanya. Lain dengan propinsi di wilayah Indonesia lainnya yang nama kabupaten juga merupakan nama kotanya. Kota Tanjung sangat pesat perkembangannya meskipun kota ini ialah kota perbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Tugu obor menjadi ikon kota Tanjung yang obor tersebut dahulunya bisa mengeluarkan api dari alam. Namun saat ini api tersebut padam dan hanya tampak tugu dengan kokohnya berdiri di tengah kota. Di sini ada tempat karaoke Inulvista, hotel berbintang, yaitu hotel Aston Tanjung dan hotel Jelita dan banyak hotel melati sebagai parameter disebut kota. Banyak rumah makan yang layak dikunjungi, salah satunya ayam bakar wong solo, warung kalijo (Kalimantan Jowo) yang menyajikan bebek goreng sebagai menu andalannya. Kalau berkunjung ke sini, jangan lupa sempatkan mampir di sana untuk kuliner.

Wednesday, March 05, 2014

Omong kosong mutasi

Janji yang pernah diucapkan oleh manajemen adalah maksimal 3 tahun kerja di sini, akan dimutasi. Tempat baru harus mau menerima apapun yang terjadi kalau dapat mutasian dari perusahaan multi dahsyat ini. Sangat dahsyat kengerian perusahaan ini sampai setiap orang yang dimutasikan ke sini pasti dijanjikan promosi dan kehidupan yang lebih layak. Hal tersebut saya kira sudah cukup untuk menggambarkan kengerian di sini.
Banyak sekali tempat ini melahirkan orang - orang melanjutkan jenjang yang lebih tinggi. Journey the next level istilah kerennya. Jadi prestasi nyata ialah pernah menyeberang sungai dengan ces ialah sudah cukup. Hal ini menciptakan iklim kerja yang tidak sehat, namun hanya iklim saja yang dampaknya hanya bisa dirasakan oleh kawasan terdampak. Yaitu di areal remote area zona neraka saja yang nyata masuk dalam kategori wilayah terdampak ring satu. Setiap orang yang datang, pasti orang tersebut dijanjikan sesuatu, itu yang menjadi pikiran penghuni wilayah terdampak. Hanya weekend dan PES yang membuat orang - orang penghuni wilayah terdampak bisa survive. Utang koperasi juga menjadi alasan untuk survive. Hanya tuhan yang tahu teriakan dan isi hati orang - orang luar biasa tersebut.
Sudah 3 tahun lebih aku di sini dengan segala kesenangan dan kesedihannya. Menunggu 3 tahun untuk dimutasi menunggu janji yang pernah terucap. Namun omong kosong dan bullshit  dengan segala janji. Mungkin janji itu adalah sebagai obat tidur sementara bukan obat penyakit yang sesungguhya. Setelah bangun tidur penyakit itu datang dan terasa lagi, begitu dan seterusnya. 
Tambah sakit lagi ketika sudah mati - matian memikirkan kewajibannya, namun nasib tidak dipikirkan sama sekali. Lebih dari 3 tahun, stagnan, tetap, tidak ada perubahan di status golongan. Padahal di lain tempat perubahan golongan itu sudah terjadi setahun lalu. Jadi ada apa tempat ini? Ataukah ada apa dengan aku? Kalau aku, berarti maafkan aku dosen-dosenku, guru-guruku, teman-temanku yang selama ini kenal aku. Kalian semua salah menilai aku.
Hanya satu yang masih bisa menggerakkan langkahku maju. Harapan, satu kata itu yang masih memaksa aku menatap ke depan. Jangan main - main dengan harapanku, kalau sudah kau mainkan dan kamu padamkan, aku memilih jalanku sendiri.