Sunday, September 23, 2012

Weekend di sini



Kata weekend malah bikin saya ngenes memikirkan hidup. Saat ini di saat semua merayakan hari kemerdekaan saya harus terkungkung di rumah. Tidak bisa menikmati hari yang seharusnya digunakan untuk liburan. Cost untuk bisa menikmati liburan adalah mahal. Mahal di sini tidak berarti hanya nominal yang besar tapi lebih dari itu. Tidak sebanding dengan apa yang kita keluarkan untuk mendapatkan sedikit kenikmatan. Kita harus menempuh jarak kurang lebih 45 menit untuk sekadar sampai ke kota kecamatan. Di sana jangan dibayangkan sebuah tempat rekreasi yang berisi orang piknik atau sekadar santai di tempat wisata. Namun hanya sebuah pasar tradisional yang menawarkan barang belanjaan kebutuhan sehari – hari kita. Dan memang di sana satu – satunya tempat belanja yang lebih murah disbanding kita tidak keluar. Harga barang – barang di sana seperti iblis yang diusir dari tanah Jawa kalo saya membahasakannya . Karena mahalnya harga barang – barang di sini. Bisa selisih 40 – 50 %, bahkan untuk harga bensin bisa mencapai 100 % lebih mahal dibandingkan dengan bandrol pemerintah. Banyak orang antri di POM bensin dan banyak yang tidak dapat namun di sekitaran tempat tersebut berjajar orang jual bensin eceran. Pertanyaan saya ialah, kenapa orang –morang bisa mengecer dan stoknya dia dapat dengan mudah.  Lain lagi kalo kita tengok ke pasar, harga buah dan sayur sangat mahal, apalagi yang tidak bisa ditanam di tanah Borneo. Namun tidak ada pilihan bagi saya untuk tidak pergi ke sana kalau pingin sedikit lebih hemat. Pergi ke sana juga tidak hanya dibatasi jarak yang jauh, namun juga harus menyeberang sungai dengan menggunakan jasa ces dan setiap menyeberang kita harus mengeluarkan uang Rp. 25.000,00 – Rp 40.000,00 sekali menyeberang tanpa ada jaminan keselamatan konsumen.  Jangan coba – coba berani menyeberang kalau tidak punya nyali. Ada teman saya yang bergemetaran sampai di tengah sungai dan sampai digantikan temen satunya sebagai joki memegang motor yang di seberangkan. Sebenarnya ada janji dari perusahaanku untuk memberi waktu khusus tiap 3 bulan sekali untuk pergi ke kota Samarinda dan disediakan mobil dari perusahaan. Namun janji itu sampai sekarang masih bisa kita tagih karena belum terpenuhi janji tersebut. Kapan janji itu terpenuhi, mungkin hanya Tuhan saja yang tahu.
Sungguh sangat ngenes kalau dipikir dalam – dalam, makanya saya gak mau mikir dalam – dalam supaya tidak ngenes. Kita nikmati hidup ini dengan memandang orang – orang di sekitar kita dan menatap masa depan dengan optimis.

Weekend di sini



Kata weekend malah bikin saya ngenes memikirkan hidup. Saat ini di saat semua merayakan hari kemerdekaan saya harus terkungkung di rumah. Tidak bisa menikmati hari yang seharusnya digunakan untuk liburan. Cost untuk bisa menikmati liburan adalah mahal. Mahal di sini tidak berarti hanya nominal yang besar tapi lebih dari itu. Tidak sebanding dengan apa yang kita keluarkan untuk mendapatkan sedikit kenikmatan. Kita harus menempuh jarak kurang lebih 45 menit untuk sekadar sampai ke kota kecamatan. Di sana jangan dibayangkan sebuah tempat rekreasi yang berisi orang piknik atau sekadar santai di tempat wisata. Namun hanya sebuah pasar tradisional yang menawarkan barang belanjaan kebutuhan sehari – hari kita. Dan memang di sana satu – satunya tempat belanja yang lebih murah disbanding kita tidak keluar. Harga barang – barang di sana seperti iblis yang diusir dari tanah Jawa kalo saya membahasakannya . Karena mahalnya harga barang – barang di sini. Bisa selisih 40 – 50 %, bahkan untuk harga bensin bisa mencapai 100 % lebih mahal dibandingkan dengan bandrol pemerintah. Banyak orang antri di POM bensin dan banyak yang tidak dapat namun di sekitaran tempat tersebut berjajar orang jual bensin eceran. Pertanyaan saya ialah, kenapa orang –morang bisa mengecer dan stoknya dia dapat dengan mudah.  Lain lagi kalo kita tengok ke pasar, harga buah dan sayur sangat mahal, apalagi yang tidak bisa ditanam di tanah Borneo. Namun tidak ada pilihan bagi saya untuk tidak pergi ke sana kalau pingin sedikit lebih hemat. Pergi ke sana juga tidak hanya dibatasi jarak yang jauh, namun juga harus menyeberang sungai dengan menggunakan jasa ces dan setiap menyeberang kita harus mengeluarkan uang Rp. 25.000,00 – Rp 40.000,00 sekali menyeberang tanpa ada jaminan keselamatan konsumen.  Jangan coba – coba berani menyeberang kalau tidak punya nyali. Ada teman saya yang bergemetaran sampai di tengah sungai dan sampai digantikan temen satunya sebagai joki memegang motor yang di seberangkan. Sebenarnya ada janji dari perusahaanku untuk memberi waktu khusus tiap 3 bulan sekali untuk pergi ke kota Samarinda dan disediakan mobil dari perusahaan. Namun janji itu sampai sekarang masih bisa kita tagih karena belum terpenuhi janji tersebut. Kapan janji itu terpenuhi, mungkin hanya Tuhan saja yang tahu.
Sungguh sangat ngenes kalau dipikir dalam – dalam, makanya saya gak mau mikir dalam – dalam supaya tidak ngenes. Kita nikmati hidup ini dengan memandang orang – orang di sekitar kita dan menatap masa depan dengan optimis.